Sambangi UNS, Arswendo Bincangkan Nasionalisme
Solo itu luar biasa, Solo adalah daerah lokal yang mampu melahirkan PWI, PON, yang nasional ketika kita berada dalam gempuran ancaman lokal maupun global,” ujar tokoh budayawan Arswendo Atmowiloto di awal sambutannya di Seminar Nasional yang bertema Nasionalisme di Persimpangan Lokalitas dan Globalisasi, Kamis (31/5/2012), di Ruang Seminar Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, Solo.
Dalam seminar tersebut, Arswen, panggilan akrab Arswendo Atmowiloto, memaparkan tentang dua hal yang mengancam nasionalisme, yakni: unsur lokal dan unsur global.
Unsur lokal yang mengancam tersebut terlihat dari kebiasaan-kebiasaaan kecil yang menganggap bahwa ke-Indonesia-an adalah tidak sepenuhnya sah dan lebih menguntungkan jika “tidak Indonesia”, misalnya saja dengan selalu melakukan aksi pemberontakan dan mementingkan kepentingan pribadi atau golongan dari pada kepentingan nasional. Sedangkan ancaman unsur global, menurut Arswendo, berasal dari tantangan globalisasi atau industrialisasi yang menciptakan keseragaman atau tata nilai yang bisa diperbandingkan satu sama lain, baik tata karma maupun tata nilainya.
“Kita mungkin bisa menciptakan film, obat-obatan, atau karya-karya yang lain, namun orang Amerika yang menilai baik buruknya karya tersebut,” terang penulis cerita Keluarga Cemara tersebut. Standardisasi tertinggi akan baik buruknya suatu karya selalu berada di tangan “orang-orang barat” sehingga kita tidak berdaya untuk tidak mengamininya.
Menurut penulis serba bisa itu pergeseran nilai itulah yang lebih penting dari pada Lady Gaga mau datang atau tidak. “Buat saya, Lady Gaga datang apa tidak, itu tidak penting,” celoteh tokoh yang bernama asli Sarwendo tersebut.
Menghadapi kondisi tersebut, jalan budaya merupakan jalan yang bisa mendamaikan, karena budaya memiliki ciri-ciri, antara lain: mengutamakan dialog dan bukan kekerasan, tetap eksis tanpa meniadakan yang lain, dan tidak menganggap dirinya sebagai satu-satunya kebenaran sehingga membuka peluang untuk bekerja sama dengan disiplin lain guna menyelesaikan permasalahan.
Dalam seminar yang juga mengundang Ketua Redaksi Jurnal Cerpen Indonesia Raudal Tanjung Banua dan Trainer serta Direktur Arah Indonesia Agus Hernawan sebagai pembicara tersebut, Arswen menuturkan mengenai bekal yang akan menyelamatkan generasi muda akan persimpangan yang ada. Hal tersebut ialah sikap kreatif, Need for Achievement (N-Ach) atau Kebutuhan berprestasi, bersekutu atau berkumpul satu sama lain, dan sikap professional. [red-uns.ac.id]