Ranggawarsita Siap Ramaikan Layar Lebar Indonesia

Dalam rangka perayaan Dies Natalis ke-36, Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa (FSSR) UNS selenggarakan Seminar Nasional “Pengaruh Karya Sastra R.Ng. Ranggawarsito terhadap IPOLEKSOSBUD” di Loji Gandrung, Solo, pada hari Kamis, 1 Maret 2012. Seminar kerja sama antara UNS Solo dengan Karya Sinema Nusantara (KSN) Jakarta dan Pemerintah Kota Surakarta ini menjadi bagian dari riset KSN dalam persiapan pembuatan film kolosal sejarah Ranggawarsito.

“Seminar ini menggandeng KSN dan Pemkot Solo untuk dijadikan hasil karya berupa film sekaligus ingin mengangkat budaya ilmiah untuk dikembangkan menjadi jati diri UNS,” papar Ketua Jurusan Sastra Daerah FSSR UNS Drs. Supardjo, M.Hum. saat di sela-sela acara.

Seminar tersebut mengkaji makalah utama dan makalah pendamping. Makalah-makalah utama yang dikaji meliputi:

  1. Ranggawarsita Sang Pujangga Besar (Drs. Nindya Nugroho, M.Hum)
  2. Sejarah Perjalanan R.Ng.Ranggawarsita 1802-1873 (Drs. Soedarmono, S.U.)
  3. Ramalan Ranggawarsita: Tentang Datangnya Ratu Adil (GBPH. Drs. Dipokusumo)
  4. Ranggawarsita: Sang Parameng Kawi dan Karya-karyanya (Drs. H. Amir Rochyatmo)
  5. Dampak Karya Sastra R.Ng. Ranggawarsita terhadap Situasi Perpolitikan di Indonesia (Drs. Anung Tejo Wirawan, M.Hum)
  6. Karya-karya R.Ng. Ranggawarsita dan Pengaruhnya Masa Kini (Prof. Dr. Soetomo, W.E.)
  7. Kepeloporan R.Ng. Ranggawarsito dalam Kesusastraan Jawa Baru (Drs. Supardjo, M.Hum.).

Pembahasan dalam seminar itu selain mengkaji kehidupan Ranggawarsita juga dibahas mengenai kematian Ranggawarsito yang misterius. Setidaknya ada dua versi perihal kematian pujangga besar Jawa itu. Pertama, kematian Ranggwarsita yang dinilai wajar karena usia yang sudah 73 tahun. Kedua, versi lain menyebutkan bahwa Ranggawarsito meninggal karena dihukum mati karena dianggap harus turut menanggung dosa orang tuanya pada masa lampau. Makam Ranggawarsito sendiri berada di Palar, Trucuk, Klaten.

Supardjo dalam makalahnya mengisahkan Bagus Burham, nama kecil Ranggawarsita, yang pada usia 12 tahun dikirim ke pondok pesantren di Ponorogo untuk diasuh oleh Ki Tanujaya. Bagus Burham sempat diusir karena perangainya yang kurang baik. Namun, berkat kesabaran Ki Tanujaya dan Kyai Imam Besari, Bagus Burham berhasil menamatkan pendidikannya di Ponorogo.

Bagus Burham lalu pulang ke Surakarta. R.T. Sastranegara menyerahkan Bagus Burham agar dididik Kanjeng Gusti Panembahan Buminata untuk berguru ilmu dalam bidang jaya-kawijayan. Masa berguru Bagus Burham selesai pada tanggal 28 Oktober 1819. Ia dipanggil Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakoeboewono IV dan diangkat menjadi abdi dalem carik kepatihan dengan sebutan Rangga Pujangga Anom.

Karir Mas Rangga Pujangga Anom terus menanjak hingga dia diangkat menjadi mantri carik pada tahun 1922 dengan gelar Mas Ngabei Sarataka. Ia lalu menikah dengan R. Ajeng Gombak, putri Bupati Kediri. Pangkatnya dinaikan menjadi abdi dalem sadasa. Pada masa pemerintahan ISKS Pakoeboewono VI, Mas Ngabei Sarataka diangkat menjadi abdi dalem panewu carik kadipaten anom dengan gelar Raden Ngabei Ronggawarsita. Sejak itu ia terkenal sebagai guru atau ahli kesusatraan Jawa.

Secara terpisah, KGPH. Paundra Karna membenarkan rencana pembuatan film tersebut. “Berawal dari rasa ingin tahu, pengen nguri-uri, tentang Ranggawarsita lalu diadakanlah seminar ini sebagai riset pembuatan film layar lebar tentang Ranggawarsita,” kata Pondra. Lebih jauh Pondra menjelaskan mengenai teknis pelaksanaan pembuatan film akan disediakan waktu khusus untuk berjumpa dengan wartawan. “Jadi, kita tunggu saja hari baik itu. Pasti nanti kami kabari,” ungkapnya.

(Tim Web UNS).