Kurikulum 2013 Bekali Siswa Hidup di Zamannya

Kurikulum 2013 atau dikenal dengan sebutan pembelajaran abad XXI didesain mampu memberikan bekal kepada para siswa untuk hidup di abad XXI. Pasalnya, jika tidak sesuai zamannya, maka pendidikan menjadi tidak relevan karena tidak mampu memberikan skill dan pengetahuan yang dibutuhkan.
Demikian dikatakan Direktur Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) Pendidikan Menengah (Dikmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Surya Dharma, M.PA., Ph.D dalam seminar internasional bertajuk “Membangun Semangat Kebangsaan melalui Peningkatan Mutu Pendidikan dan Budaya Bangsa”, Minggu (14/4) di gedung Pascasarjana UNS, Solo.
Surya Dharma menjelaskan, para siswa saat ini adalah penduduk asli (native) abad XXI. Berbeda dengan para orang dewasa yang merupakan imigran dari abad sebelumnya. Untuk itu, pendidikan harus memberikan bekal-bekal yang sesuai dengan masa depan para siswa, seperti: kemampuan berpikir kritis, mampu memecahkan masalah, inovatif, serta menguasai teknologi informasi (TI).
“Pembelajaran abad XXI juga tidak hanya soal pengetahuan saja. Tetapi juga pembangunan karakter bagaimana hidup di abad XXI. Itu yang saya sebut juga sebagai life skill. Siswa diajarkan bagaimana memahami globalisasi, multikultur, menghormati satu sama lain, dan sebagainya,” kata Surya.
Pembelajaran abadi XXI memerlukan peningkatan kualitas tenaga pendidik. Untuk itu, pemerintah terus mengusahakan adanya pelatihan-pelatihan untuk me-recharge kualitas guru. “Di Singapura, guru itu harus ikut pelatihan 100 jam per tahun. Sedangkan di sini, guru tidak pernah di-charge (diikutkan pelatihan). Jadi kemampuannya gitu-gitu aja,” ujarnya.
Dia menekankan, supaya para guru meng-update pengetahuan tidak hanya dengan membaca text book tetapi juga jurnal. Jurnal menjadi state of the art ilmu pengetahuan di bidangnya.
Berkaca pada hasil uji kompetensi sebelumnya yang dinilai memprihatinkan, Surya menilai, pengembangan profesi berkelanjutan penting untuk dilakukan. Para guru harus terus dilatih dan memposisikan pengembangan profesi berkelanjutan sebagai bagian dari pengembangan karir para guru termasuk di dalamnya ada sertifikasi guru.
Saat ini pemerintah tengah mengkaji regulasi mengenai pembatasan masa berlaku sertifikat yang bakal berlaku seperti halnya SIM, memiliki masa kadaluwarsa. Pasalnya, jika semua guru sudah tersertifikasi, pemerintah memiliki beban fiskal mencapai Rp 180 trilyun. “Bukannya kami tidak mau membayar. Kami pikir semua sepakat jika itu dibayarkan sesuai dengan kinerjanya yang dilakukan guru. Karena tunjangan ini bukan gaji, tapi tunjangan kinerja. Kalo Anda perform diberi reward, kalau Anda tidak perform ya jangan sehingga memang perlu ada semacam evaluasi,” tandas Surya. Pihaknya belum bisa memastikan apakah bakal ada pencabutan sertifikat atau tidak kepada para guru yang tidak memenuhi standard kompetensi yang ditetapkan. [red.uns.ac.id.]