Coklat Rasa Rempah ala Soeklat
[Caption: Kepala PPKwu LPPM UNS Ir. Edy Tri Haryanto bersama Ulfa Putri Arifah.]
Menikmati coklat dengan rasa rempah-rempah barangkali belum pernah terbayangkan oleh sebagian masyarakat. Namun, bagi Ulfa Putri Arifah ini menjadi komoditas dan tren baru menikmati coklat.
“Selama ini rasa coklat itu-itu saja. Padahal, di Jawa ada banyak citarasa tradisional yang bisa dikombinasikan. Apalagi ini praktis dan tahan lama sehingga pas untuk dijadikan oleh-oleh khas Solo,” tutur Ulfa, saat ditemui wartawan di workshop Chocopedia miliknya, Selasa (26/11), di Mojosongo, Jebres, Solo.
Ulfa memasarkan coklat produksinya dengan brand Solo Ethnic Chocolate atau biasa disebut Soeklat. Ia memproduksi beberapa varian rasa rempah, seperti: rasa kayu manis, jahe, beras kencur, ronde (campuran kacang dan jahe), cengkeh, wijen, dan mint. Meski identik dengan rasa tradisional, Ulfa juga tetap memproduksi coklat dengan rasa original.
Mahasiswi program studi (prodi) Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) berkata bahwa dalam sehari ia bisa menghabiskan dark chocolate sebanyak 5 kilogram atau sekitar 500 kemasan. Jumlah itu bisa meningkat dua hingga tiga kali lipat saat momen tertentu seperti Valentine.
Coklat produksi Soeklat memiliki dua jenis ukuran kemasan, yaitu kemasan 10 gram seharga Rp 1.500 perbungkus dan coklat batangan dengan berat 50-60 gram seharga Rp 6.000 perbatang.
Pemenang Second Runner-Up Business Idea Competition Aseanpreneur Youth Leader Exchange di Filipina, Februari silam ini mengungkapkan, proses pembuatan coklat rasa rempah miliknya sama seperti pembuatan coklat pada umumnya. Pembuatan dimulai dengan melelehkan compound chocolate pada suhu 45 derajat Celsius hingga meleleh sempurna. Lalu, taburkan bubuk rempah rasa yang diinginkan ke dalam lelehan coklat.
Takaran bubuk rempah yang ditambahkan adalah 6 sendok makan bubuk rempah perkilogram coklat. Khusus untuk bubuk cengkeh dan kayu manis cukup ditambahkan sebanyak 6 sendok teh perkilogram coklat.
Sembari menaburkan bubuk rempah, lelehan coklat diaduk hingga menjadi bubuk tercampur rata dan berbentuk seperti pasta. Lalu, adonan pasta coklat itu dimasukkan ke dalam cetakan.
Selama mencampurkan pasta coklat dengan bubuk rempah tidak boleh terkontaminasi air sedikitpun. Sebab, kontaminasi air ke dalam pasta coklat mengakibatkan coklat menjadi cair. “Dicetak pun nggak bisa. Akan tetap cair. Jadi nggak bagus coklatnya,” tutur Ulfa.
Sementara, Kepala Pusat Pengembangan Kewirausahaan (PPKwu) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UNS Ir. Edy Tri Haryanto berkata bahwa mahasiwa wirausaha bimbingan PPKwu diharapkan bisa menimbulkan multiplier effect guna membantu memberdayakan masyarakat sekitar.
“Ada multiplier effect. Seperti di usaha Soeklat ini, untuk rempah-rempah tradisional diambil dari usaha jamu masyarakat di Nguter, Sukoharjo. Jadi, ini juga membantu pemberdayaan masyarakat,” kata Edy. [red-uns.ac.id]