Suwarsono: Masyarakat Anggap Semua Pejabat Bisa Disuap

Pemberantasan korupsi di Indonesia menjadi timpang dan tidak berimbang karena masyarakat masih menganggap semua pejabat bisa disuap. Hal ini bertentangan dengan visi misi KPK dan Pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

Penasihat KPK Suwarsono berkata bahwa tak sedikit masyarakat yang mencoba memberikan suap kepada pejabat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia pun kerap mengalami hal serupa saat melakukan kunjungan ke daerah. Bulan lalu, dirinya ditugaskan untuk memberikan pembekalan kepada pejabat tinggi Indonesia di daerah. Dia ditawari honorarium terima kasih oleh penyelenggara. Suwarsono menolak.

Namun, penyelenggara masih terus meminta agar Suwarsono mau menerima honorarium tersebut. Si penyelenggara berkata bahwa awalnya orang-orang dari institusi lain pun tidak mau. Setelah didesak, mereka pun memutuskan menerima. “Penasihat KPK saja dibegitukan. Mereka coba karena siapa tahu KPK juga terima honorarium atau bahasa sederhanya suap. Tidak boleh. Itu pelanggaran kode etik. KPK itu gratis dan tidak dibayar,” kata Suwarsono saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Stratedi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif Hukum Progresif, Sabtu (9/11), di Solo.

Suwarsono pun bercerita perihal upaya penyuapan terhadap dirinya saat berkunjung ke daerah di wilayah Provinsi Jawa Barat. Kali ini Suwarsono tidak langsung menolak. Iseng, Suwarsono menanyakan kepada si pemberi nominal dalam amplop yang hendak diberikan kepadanya secara terang-terangan. Si pemberi menjawab amplop itu berisi Rp 3,6 juta. Namun, seperti kejadian sebelumnya, Suwarsono tetap menolak.

“Saat itu saya ditawari lagi dan akan diberi dihadapn 20 orang. Tapi saya sedikit ‘nakal’, saya tanya agak sembrono. Mungkin itu jadi kesalahan saya. Si pemberi juga berkata bahwa kalau ditawari di kamar mandi dan tidak di hadapan orang, apa masih diterima juga. Prihatin melihat hal ini. Sama KPK saja demikian. Saya sampai nggak percaya,” ujar Suwarno.

Menurut mantan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, ini, sesungguhnya korupsi tidak hanya terjadi di Indonesia. Di negara maju dan negara-negara dengan indeks bagus pun masih terdapat korupsi. Namun, yang membedakan korupsi di Indonesia dengan negara lain adalah mindset masyarakatanya.

Di negara maju, masyarakat sadar dan mereka tidak berupaya melakukan tindakan yang mengarah kepada tindakan korupsi. Sebaliknya, di Indonesia, mental maupun otaknya sudah tidak bersih. Mereka menganggap semua orang Indonesia itu bisa disuap. “Penasihat KPK saja dijemput dengan kendaraan tidak boleh. Harus dengan kendaraan sendiri. Bahkan, terima plakat dalam seminar dan masuk koran itu termasuk gratifikasi. Saya tinggalkan saja plakatnya. Kalau saya bawa bisa geger yang di Jakarta,” tutur Suwarsono sembari berkelakar.

Suwarsono berujar bahwa korupsi dipandang menggunakan pendekatan kontekstual. Artinya, karakteristik korupsi mulai dari jenis korupsi, sebab terjadinya hingga kepada strategi penanggulangan di tiap-tiap negara berbeda. Dengan demikian, ilmu yang diadposi dari suatu negara belum tentu dapat diaplikasikan di negara lain.

“Korupsi itu sebenarnya kontekstual. Karakteristik korupsi di Indonesia berbeda dengan negara lain. Unik jenis dan sebab-sebabnya, begitu pun dengan strategi penanggulangannya. Tidak bisa asal ambil dan impor dari sana karena benlum tentu cocok,” ujar Suwarsono.[red-uns.ac.id]