Kompor Joko Hemat 60% Bahan Bakar

Berbekal Rp 500 ribu, Joko Triyono, dosen program studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Unversitas Sebelas Maret (UNS), berhasil merancang kompor nglorot batik hemat energi.Kompor berbahan bakar briket batubara ini bisa hemat hingga 60 persen dibandingkan dengan menggunakan kayu bakar.

Ketertarikan Joko mengembangkan kompor nglorot batik hemat energi ini bermula dari kompor rancangan sebelumnya yang dianggapnya tidak efisien. Karya perdana kompor nglorot batik karyanya itu mengalami kesulitan saat menyalakan dan memadamkan api.

“Untuk menyalakan cukup sulit karena supaya cepat menyala, briket batubara harus direndam minyak tanah dahulu selama 15 menit.Memadamkannya juga ternyata sulit karena briket harus benar-benar habis.Jadi tidak efisien,” kata Joko saat ditemui di gedung LPPM UNS, Rabu (12/2).

Lalu, Joko menggagas menggunakan pemantik api elpiji untuk mengefisienkan penggunaan bahan bakar. Ia lantas memodifikasi desain kompor miliknya menggunakan tungku beton dan casing plat besi. Beton dipilihnya karena lebih tahan panas dibandingkan dengan tanah liat. Tungku beton lalu ditutup menggunakan plat besi serta dibuatkan saluran udara, lubang pemantik api elpiji, dan palnggrangan atau dudukan untuk penutup kompor.

Joko menuturkan, untuk mengoperasikan kompor baru itu relatif mudah. Saat hendak menyalakan kompor, pemantik api elpiji dinyalakan dan biarkan membakar batubara dengan sempurna selama 15 menit. Katup geser di bagian bawah kompor pun dibuka supaya udara bisa mengalir ke dalam kompor.

Saat hendak memadamkan kompor, katup geser dikembalikan pada posisi menutup rapat. Dengan begitu, udara tidak mengalir ke dalam kompor lalu api padam. “Kalau metode lama memadam-kannya dengan mengambil batubara lalu membenamkannya ke dalam pasir,” tutur mantan Kepala Pusat Kajian dan Pengembangan Teknologi dan Kolaborasi Industri (PKPTKI) LPPM UNS itu.

Selain efisien saat menyalakan dan memadamkan kompor, kompor desain baru ini ditambahkan pula penyaring abu yang mampu memisahkan batubara dari abu sisa pembakaran. Sisa batubara yang ada dalam kompor bisa digunakan kembali dalam proses pelorotan berikutnya sehingga menghemat biaya bahan bakar.

Joko mengatakan, menurut hasil analisis teknoekonomi yang dilakukannya pada Oktober 2012 ditemukan bahwa kompor nglorot batik berbahan bakar briket batubara dengan pemantik elpiji bisa menekan biaya bahan bakar hingga 60%  dibandingkan dengan kayu bakar.

Dalam 1 hari proses nglorot, kata Joko, dibutuhkan bahan bakar sebanyak 80 kilogram kayu bakar. Jumlah itu setara dengan 1 tabung gas elpiji 3 kilogram atau setara dengan 5 kilogram briket batubara. Harga masing-masing bahan bakar waktu itu adalah: Rp400,00 per kilogram kayu bakar, Rp15.000,00 per tabung elpiji, dan Rp2.000,00 per kilogram briket batubara.

Dari harga itu ditemukan, selama satu bulan, proses nglorot menelan biaya sebesar Rp450.000,00 untuk elpiji, Rp300.000,00 untuk briket batubara, dan Rp960.000,00 untuk kayu bakar. “Jadi kalau menggunakan briket batubara bisa menghemat Rp660.000,00 dibanding dengan kayu bakar,” tuturnya.

Kompor nglorot batik ini bisa menghasilkan suhu mencapai 1.107 oC dan telah diujicobakan kepada perajin batik di Kampung Batik, Laweyan.  [red-uns.ac.id]