Jajanan Anak Terbukti Tidak Sehat
Sebuah studi yang dilakukan dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sebelas Maret (UNS) Pranoto menunjukkan sebanyak hampir 90 persen jajanan anak di sekolah-sekolah terbukti tidak sehat. Sejumlah aspek yang perlu diperhatikan dalam jajanan anak ada pada pewarna, pengawet, kemasan, proses memasak, dan kebersihan peralatan. Pranoto mengungkapakn, kondisi itu kini justru semakin parah.
Studi yang dilakukan lima tahun silam dengan mengambil sampel sekolah-sekolah di Kota Solo ini dtemukan bahwa dominan para penjual jajanan tidak menggunakan zat pewarna khusus makanan. Para penjual lebih menyukai pewarna tekstil karena harganya murah dan memiliki warna yang menarik.“Padahal itu (zat pewarna tekstil) mengandung logam berat.Jika masuk ke tubuh, dalam waktu lama tentu berbahaya,” kata Pranoto, Jumat (25/4).
Menurut Pranoto, alam sebanrnya telah menyediakan pewarna alami untuk makanan, seperti: kunyit untuk wama kuning, daun suji atau daun pandan untuk warna hijau, daun jati untuk warna merah, dan lainnya. Penggunaan pewarna alami tersebut terbukti tidak berbahaya bagi kesehatan manusia.“Sebisa mungkin hindari makanan berpewarna,” tutur Pranoto.
Selain itu, lanjut Pranoto, banyak pedagang yang menggunakan pengawet yang tidak sesuai dengan standar keamanan makanan (foodgrade) seperti sodium benzoat.Bahkan, Pranoto menemukan ada penjual yang menggunakan pengawet kayu untuk mengawetkan makanan.Ia merekomendasikan, mengawetkan makanan bisa dilakukan dengan pelbagai cara misalnya dengan diasapkan, dikukus, atau diberi gula.
Bahan pembungkus makanan atau kemasan juga patut diwaspadai.Pranoto mengatakan, plastik yang digunakan oleh banyak penjual tidak sesuai dengan foodgrade. Plastik-plastik tersebut memiliki kandungan formaldehid (formalin) yang akan berpindah ke makanan saat plastik terkena panas tinggi.
Ia juga tak luput untuk mewaspadai minyak goreng yang digunakan oleh para penjual. Minyak goreng ynag telah digunakan lebih dari dua kali bisa membahayakan kesehatan.Minyak goreng berubah menjadi racun karena putusnya ikatan hidoren.
Terakhir, soal kebersihan peralatan.Pranoto menemukan bahwa masih banyak penjual yang membersihkan peralatan hanya menggunakan dua ember air.Padahal, mencuci yang baik adalah dengan mencucinya di air mengalir.“Sekitar 80 persen warung di sekitar kampus juga masih mengandalkan dua ember,” ujarnya.
Sebagai langkah preventif akan dampak bahaya jajanan anak di sekolah, Pranoto menyarankan agar anak-anak membawa bekal makanan dan minuman sendiri dari rumah karena lebih terjamin kebersihan dan keamanannya. [red-uns.ac.id]