Pemerintah Segera Buka 130 Ribu Hektar Sawah Baru
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian berupaya menambah areal sawah seluas 130 ribu hektar per tahun. Hal itu dilakukan menyusul maraknya alih fungsi lahan yang mencapai 100 ribu hektar per tahun. Upaya ini sekaligus menjadi cara Kementan menjaga swasembada pada 2014.
Demikian diungkapkan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Pertanian Dr. Haryono saat jumpa pers usai menyampaikan keynote speech mewakili Menteri Pertanian RI pada seminar nasional bertema Akselerasi Pemba-ngunan Pertanian Berkelanjutan Menuju Kemandirian Pangan dan Energi di Fakultas Pertanian UNS, Rabu (20/4/2013) pagi.
Lahan sawah baru itu akan dibuka dengan memanfaatkan lahan tidur di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. “Memang yang dikembangkan pada umumnya lahan tidur. Tapi yang dicari juga wilayah yang paling cepat dikembangkan termasuk di dalamnya memperhitungkan keberadaan petani di sekitarnya,” kata Haryono.
Selain itu, Kementan juga menerbitkan Kalender Tanam Terpadu (KTT) yang berisi informasi komprehensif perihal penjelasan kapan tanam, rekomendasi varitas, pupuk serta potensi serangan organisme pengganggu tanaman, informasi mengenai potensi banjir, dan juga kekeringan yang dijabarkan detil hingga ke tingkat kecamatan. “Saat ini KTT terbit setiap 2-3 bulan sebelum musim kemarau dan musim hujan. Bahkan, data itu rencananya akan diterbitkan setiap bulan dan diperluas hingga pascapanen,” jelasnya.
Haryono menilai, perbaikan jaringan irigasi juga vital untuk segera dilakukan. Tahun lalu, setidaknya irigasi yang rusak mencapai 52 persen. Pihaknya kini terus membenahi kerusakan itu sebesar 10-15 persen per tahun. Dengan demikian, itu berdampak pada meningkatnya Indeks Pertanaman (IP) di Indonesia. Saat ini, IP berada di kisaran 1,5. Haryono sendiri menargetkan IP akan bergerak menjadi 1,7. “Artinya, per tahun, petani menanam sebanyak 1,7 kali. Ada yang nanam sekali, 2 kali, 3 kali atau tidak nanam karena diganti palawija misalnya. Dengan memperbaiki jaringan irigasi hampir pasti indeks pertanamannya naik. Karena yang panen sekali jadi 2 kali, yang 2 kali jadi 3 kali, yang tidak nanam jadi tanam sekali,” urainya.
Jalin Kerjasama
Kementan melalui Balitbang juga terus membangun jaringan penelitian dengan perguruan tinggi untuk mengembangkan pertanian Indonesia melalui program Kerjasama Kemitraan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Nasional (KKP3N) dan Kerjasama Kemitraan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Spesifik Lokasi (KKP3SL). Saat ini Balitbang memiliki peneliti sebanyak 1690 peneliti. Jumlah itu dinilainya masih sangat kurang jika dibandingkan dengan luas wilayah Indonesia. Idealnya, jumlah peneliti menembus angka 10.000.
“Peran perguruan tinggi itu sangat vital sebagai pelengkap kebutuhan penelitian yang dirasa perlu disatukan. Ke depan kita lebih intensif lagi sehingga kementan memiliki network penelitian yang luas dengan perguruan tinggi,” Haryono melanjutkan, “Networking ini cukup efektif. Di situ ada sharing informasi hasil penelitian, ada sharing pengalaman, sharing ide, dan sebagainya. Ini sangat penting.”
Sementara itu, Rektor UNS Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS dalam sambutannya yang dibacakan Pembantu Rektor II UNS Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum., menyampaikan, Indonesia sebagai negara agraris sudah selayaknya melakukan akselerasi pembangunan pertanian berkelanjutan menuju kemandirian pangan dan energi. Keijakan pembangunan sejak era orde baru hingga sekarang masih banyak berpihak kepada daerah perkotaan dan kelompok elite. “Oleh karena itu, sebagai negara agraris alangkah baiknya apabila ada pergeseran paradigma pembangunan yang lebih berkedaulatan, berkeadilan, dan berkelanjutan dengan menekankan kepada pembangunan pertanian dan pedesaan sebagai pijakan utamanya,” ungkap Rektor. [red.uns.ac.id]