UNS Dirikan Pusat Kajian Pencucian Uang dan Pelacakan Aset

Fakultas Hukum (FH) Universitas Sebelas Maret (UNS) mendirikan Pusat Kajian Pencucian Uang dan Perampasan Aset. Pendirian pusat kajian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya kejahatan pencucian uang yang semakin marak terjadi, sementara penegakan hukum untuk kasus tersebut masih cukup lemah.

 

“Kita berharap pusat kajian ini dapat membantu upaya penegakan hukum pencucian uang yang semakin marak dan berdampak ekonomi. Sayangnya penegak hukum belum berani banyak bertindak. Jadi ini akan menjadi kajian teoritis dan praktis baik untuk aparat penegak hukum, pemerintah, dan masyarakat,” ujar Dekan Fakultas Hukum UNS, Prof Dr Hartiwiningsih SH Mhum kepada wartawan di ruang sidang FH UNS, Selasa (10/9).

 

Untuk empat tahun ke depan, pusat kajian tersebut akan dipandegani Dr Yenti Ganarsih SH MH selaku Direktur Eksekutif. Ia merupakan doktor pertama di bidang pencucian uang di Indonesia. Saat ini, ia mengajar Hukum Pidana di Universitas Trisakti serta di Pascasarjana Program Magister dan doktor FH UNS. Ia menjelaskan prinsip pencucian uang adalah menggunakan, mengalihkan, mentransfer bentuknya, membelanjakan atau apa saja atas aliran dana hasil korupsi atau hasil kejahatan. Sepanjang sudah dinikmati, sudah dialirkan termasuk mengalir ke istri itu adalah tindak pidana pencucian uang. Sehingga aset negara tetap dapat dikembalikan dan si pelaku akan mendapatkan hukuman yang setimpal yakni dijerat pasal korupsi dan pasal money laundering.

 

Perkembangan tindak pidana pencucian uang (TPPU), lanjut Yenti, dikhawatirkan ke depan akan semakin marak. Padahal, hingga saat ini instrumen yang ada belum lengkap untuk dapat menjerat pelaku TPPU dan mengganjarnya dengan hukuman yang sepadan. “Artinya kita harus memahami bahwa ketentuan anti pencucian uang seharusnya bisa dijadikan suatu senjata ampuh untuk memberantas semua kejahatan ekonomi dan merampas hasilnya serta memidana semua pihak yang terlibat baik kejahatan asal maupun dalam pencucian uangnya dalam satu proses persidangan sebisa mungkin. Disinilah perlu ditekankan bahwa pengungkapan kejahatan pencucian uang akan juga berarti pengungkapan kejahatan asal,” tandasnya.

 

Adapun tindakan yang akan dilakukan pusat kajian tersebut salah satunya adalah mengumpulkan dan mendokumentasikan putusan-putusan penegakan hukum terkait kasus money laundering. Dokumen putusan itu juga akan diunggah ke website FH UNS, sehingga dapat diakses dan dipelajari oleh berbagai pihak untuk penegakan hukum di bidang money laundering. Yenti berharap, dari hasil kajian terhadap putusan-putusan penegakan hukum money laundering selanjutnya akan dihasilkan formula yang dapat disarankan kepada pemerintah terkait penegakan hukum money laundering secara menyeluruh

 

“Kita tidak ingin hanya puas memidana orang korupsi hanya dengan memenjara. Sementara uang penggantinya kan pakai uang pengganti pasal 18. Kalau di bangkrut, sudah ganti kurungan. Kita kan nggak mau itu. Dengan undang-undang money laundering kalau dia mengatakan bangkrut, oke bangkrutnya kemana? Nah pembangkrutan itu adalah proses money laundering. Tangkap dimana. Dan kita nggak mau hanya nggak bisa uang pengganti kemudian diganti kurungan, enak amat. Sementara dia tetap kaya. Malah masih dapat remisi, bahkan lapas bisa mewah. Kan nggak menjerakan. Jadi kita harus dorong semua kejahatan ekonomi terutama narkotika dan korupsi harus menggunakan pencucian uang. Kecuali tertangkap tangan dan baru sekali. Nah nanti kita akan menyarankan antara lain bikinlah satu pasal supaya penegakan hukum itu dengan cara hukum yang benar,” tegas Yenti.

 

Ke depan, Pusat Kajian Pencucian Uang dan Perampasan Aset FH UNS akan menggandeng Komisi Yudisial, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian Republik Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengawal penegakan hukum kasus money laundering di Indonesia.[red-uns.ac.id]