Darah Tali Pusat Bisa Sembuhkan IMA
Penyakit Infark Miokard Akut (IMA) hingga kini masih menjadi salah satu penyakit yang mematikan di negara berkembang. Menurut data Direktorat Yanmedik Indonesia tahun 2007 menunjukkan, dari jumlah sebanyak 239.548 pasien penyakit jantung yang menjalani rawat inap dan rawat di jalan di rumah sakit di Indonesia, 110.183 diantaranya mengidap penyakit IMA.
Sementara, metode pengobatan yang dilakukan masih berupa terapi farmakologis yaitu dengan memberikan obat. Metode ini hanya mampu meredam rasa nyeri bagi penderita. Selain itu, maraknya penggunaan obat herbal juga belum bisa menekan perkembangan IMA. Obat herbal diyakini memiliki banyak efek samping dan evidence base medicine yang rendah.
Perkembangan penyakit IMA berdampak pada terjadinya degeratif sel yaitu rusaknya sel-sel otot jantung penderita. Sejauh ini, belum ditemukan obat yang mengembalikan fungsi sel sebagaimana semula. “Obat hanya menghilangkan nyeri-nyerinya tapi tidak mampu meregenerasi sel. Lalu, kini ada metode baru menggunakan terapi berbasis sel dengan nama stem sel. Secara khusus disebut cardiac stem cell (CSC) yang merupakan turunan dari adult stem cell yang bisa didapatkan dari sel darah tali pusat atau human umbilical cord blood (HUCB),” kata Akhmad M. Fazri, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) didampingi rekannya, Erma Malindha, saat diwawancarai wartawan di Kantor Humas dan Kerjasama UNS, Selasa (17/9/2013).
Akhmad menjelaskan, CSC memiliki keunggulan sifat sama dengan embrionic stem cell (ESC) sehingga memiliki tingkat proliferasi yang tinggi serta multipotensi yang luas. Padahal, penggunaan ESC di Indonesia dilarang oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sebab, ESC diambil dari fetus atau janin yang dimatikan. “Selain itu, penggunaan CSC juga tidak akan menimbulkan kontroversi etik dan tidak invasif dibandingkan stem cell sumsum tulang belakang maupun embrionik,” ujar Akhmad.
Dia menambahkan, tidak semua darah tali pusat bisa digunakan sebagai sumber CSC. Hanya darah tali pusat dari bayi yang dilahirkan secara sectio caesarea (bedah caesar). “Sebab metode yang digunakan harus aseptik artinya terhindar dari kuman dan kotoran,” imbuh Akhmad.
Namun, kemampuan CSC dibatasi oleh ketercapaian terapi ke organ target. Untuk mengatasi hal itu, perlu dilakukan metode delivery (pengangkutan) seperti mikroenkapsulasi yang dinamainya dengan sebutan Mikroenkapsulasi Hidrogel Alginat Cardiac Stem Cell atau Miracle.
Miracle bekerja dengan melakukan aktivasi sinyal parakrin, sinyal yang berada di dalam tubuh. Sinyal yang berfungsi berupa Akt dan Stromal Derived Factor 1 (SDF-1). “Jika dimasuki stem cell, ia akan mempercepat pengikatan dengan reseptornya. Tanpa aktivasi yang mengikat hanya 0,1 persen. Sementara, kalau menggunakan aktivasi mencapai 90 persen. Artinya, sel-selnya yang berfungsi mencapai 90 persen di target sasaran,” terang Erma, salah satu anggota tim.
Erma mennuturkan, sinyal parakrin sendiri di Indonesia belum ada. Selain itu, metode yang ia gunakan bersifat regenerative medicine dengan mengembalikan sel pada fungsi normal.
Berkat karyanya itu, Akhmad, Erma, dan satu orang lainnya, Ega Caesaria, berhasil meraih juara I tingkat nasional pada Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) yang digelar di Universitas Sriwijaya belum lama ini.[red-uns.ac.id]