Antisipasi Plagiarisme, UNS Terapkan Similarity Test
Guna mengantisipasi terjadinya aksi plagiarisme pada karya-karya dosen dan mahasiswa, Universitas Sebelas Maret (UNS) menerapkan similarity test. Sistem ini mewajibkan dosen dan mahasiswa untuk mengunggah karya mereka ke dalam sistem, yang selanjutnya akan dipindai dan diperiksa orisinalitasnya dibandingkan dengan karya-karya lain yang telah dipublikasikan. “Sebelum ujian, baik thesis, disertasi dan karya ilmiah apapun harus diunggah dulu untuk similarity test. Nanti ketahuan apakah karya ini plagiat ini atau tidak,” ungkap Rektor UNS Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS.
Untuk mengawasi adanya plagiarisme di kalangan dosen UNS, Ravik menyebutkan bahwa pihaknya telah menyediakan dua tim pengawas. Tim tersebut terdiri dari Dewan Kehormatan Dosen dan Panitia Pembinaan Aparat (Binat). Kedua tim pengawas tersebut dapat memberikan sanksi, bila ditemukan ada dosen yang melakukan plagiarisme. Adapun sanksinya bervariasi. “Bisa diturunkan pangkatnya atau tidak boleh mengajar dalam jangka waktu tertentu,” kata Ravik.
Sementara itu, Ketua Subdirektorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia (UI), Dr. rer nat Yasman, MSc menuturkan bahwa pengertian plagiarisme di Indonesia masih rancu. “Plagiarisme itu apa masih di debat. Ada yang mengatakan ambil sesuatu tanpa apresiasinya itu plagiarisme. Saya sempat di Malaysia, di sana meski kita memasukkan kutipan yang sudah disertakan nama pengarangnya itu termasuk plagiarisme. Itu hanya seperti menyusun puzzle,” ujarnya.
Oleh sebab itu, guna mendukung budaya riset di Indonesia yang masih baru, praktik plagiarisme tersebut harus dihindarkan dari para akademisi. Salah satu usahanya yakni dengan membangun keterbukaan antarperguruan tinggi. Saat ini telah dirintis pembentukan Jejaring Reviewer (penilai) dan Sistem Review (penilaian) Nasional oleh 10 perguruan tinggi yang terdiri atas UNS, Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Padjajaran (UNPAD), Universitas Brawijaya (UB), Universitas Airlangga (UNAIR), Universitas Hasanuddin (UNHAS), Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Institut Pertanian Bogor (IPB).
Reviewer tersebut dapat menilai proposal penelitian dari 9 perguruan tinggi lainnya. Mereka pun dapat saling memberikan masukan. Penilaian terhadap proposal tersebut harus dilakukan sesuai dengan etika reviewer, sehingga tidak memanfaatkan proposal tersebut untuk kepentingan pribadi dan kelompok. “Keterbukaan ini cegah plagiarisme. Kalau nggak diketahui malah banyak yang pengen tahu. Periset juga tidak perlu khawatir karyanya dicuri. Karena misalkan proposalnya gagal kemudian ada proposal lain yang diajukan dan mirip (dengan sebelumnya) kan itu jadi ketauan jika memang ada yang tidak meloloskan dan malah ditiru,” kata Yasman. [red-uns.ac.id]