UNS-KIT Sinergi Garap Air Sungai Bawah Kars
Univesitas Sebelas Maret (UNS) bekerjasama dengan Karslruhe Institute of Technology (KIT) Jerman mengelola potensi air sungai bawah pegunungan kapur (kars) di Wonogiri dan Pacitan untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga setempat. Sebelumnya, UNS-KIT telah berhasil mengangkat air sungai bawah kars di Gunung Kidul, Yogyakarta.
Rektor UNS Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS mengungkapkan, kerjasama UNS-KIT sudah dimulai tahun lalu dengan membentuk Institute for Water Structure and Renewable Energy (IWSrE).“Pusat unggulan, UNS dengan Jerman yang memiliki manfaat langsung dengan masyarakat ini akan kita kembangkan di Wonogiri dan Pacitan. Sebelumnya, kita bersama-sama sudah mengangkat air sungai bawah kars di Gunung Kidul, Yogyakarta,” kata Rektor saat ditemui di sela-sela seminar internasional dan workshop berjudul Water, Infrastucture, and Renewable Energy, Kamis (27/3), di gedung Pascasarjana UNS.
Sementara, perwakilan KIT sekaligus perpanjangan Kementerian Infrastruktur Jerman Prof. Franz Nestmann mengemukakan, pihaknya siap lebih fokus menangani masalah air di Indonesia. Bahkan, ia menyatakan akan banyak tinggal di Indonesia hingga masa pensiun nanti agar pengangkatan air sungai bawah kars berjalan sesuai harapan.
“Bukan masalah biayanya berapa.Harus disadari bahwa kondisi di Indonesia sangat sulit bagi orang-orang untuk mendapatkan lingkungan sekitar yang baik, seperti mendapatkan air bersih.Kita harus selesaikan hal ini bersama-sama,” kata Nestmann.
Nestmann menjelaskan, pengangkatan air sungai bawah kars ini secara sederhana dilakukan dengan membendung dan mengangkat ke permukaan menggunakan turbin. Menurut Nesmann, tak mudah untuk melakukannya. Penanganan air bawah kars memerlukan perlakuan khusus. Sebab, air bawah kars memiliki banyak celah dan poros. Jika hal itu salah pengelolaannya, air bisa hilang kemana-mana.
Pada kesempatan yang sama, Irjen Kementerian Pekerjaan Umum Ir. R. Bambang Goeritno Soekamto, M.Sc. mengapresiasi apa yang telah dilakukan UNS dan KIT. Menurut Bambang, kerjasama untuk mengangkat air sungai bawah kars ini bisa memenuhi kebutuhan air bersih warga di kawasan pegunungan kapur terlebih saat musim kemarau.
“Kebutuhan air di Jawa begitu tinggi. Di sisi lain, ketersediaannya tidak merata khususnya di Pantai Selatan Jawa. Salah satu solusinya adalah menggarap potensi yang masih tersimpan di bawah kars. Jadi, di bawah batu gamping itu banyak di selatan Jawa,” tutur Bambang.
Bambang berharap, teknologi serupa bisa diaplikasikan di daerah kars lain, seperti Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Jadi, di daerah-daerah tersebut nantinya tak perlu lagi kesulitan pasokan air bersih.
Terpisah, Anggota Tim Teknis Fakultas Teknik UNS Ir. Solichin menuturkan, hasil pemetaan yang dilakukannya menunjukkan bahwa potensi air di sungai bawah tanah kars di Wonogiri dan Pacitan lebih baik dibandingkan dengan dengan Bribin, Gunung Kidul.
Di Bribin, air dapat diangkat ke permukaan di kedalaman 100 meter. Kedalaman itu sama dengan yang dipetakan di Kecamatan Giriwoyo, Giri Belah, dan Parang Gupito. Sedangkan di Pacitan, air sudah bisa diangkat di kedalaman 56 meter. [red-uns.ac.id]