Solusi Banjir Butuh Komitmen Sikap Cinta Lingkungan

Praktisi dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sebelas Maret (UNS) Pranoto mengungkapkan, untuk mengatasi bencana banjir yang kini melanda Indonesia diperlukan komitmen untuk membangun sikap dan mental cinta terhadap lingkungan. Mengatasi banjir tidak cukup hanya dilakukan saat banjir melanda.

Menurut Pranoto, untuk membangun sikap dan mental cinta lingkungan diperlukan waktu yang lama sehingga upaya ini harus dibangun sejak dini. Dia menyebutkan, Jepang setidaknya memerlukan waktu selama 20 tahun untuk menciptakan budaya sungai bersih.

“Habit dan culture itu harus dibangun sejak dini.Sederhana saja, anak diajarkan buang sampah di tempatnya.Kalau ini sudah terbiasa dan menjadi budaya, dia pasti mikir-mikir kalau mau mengotori lingkungan,” kata Pranoto, Selasa (21/1).

Selain itu, lanjut Pranoto, mengajarkan cinta lingkungan kepada anak-anak juga bisa dilakukan dengan mengajak anak melihat langsung tempat kotor dan tempat bersih. Anak diajarkan bagaimana membedakan tempat kotor dan tempat bersih sekaligus ditunjukkan bagaimana cara menjaga lingkungan agar tetap bersih.

Ia bertutur bahwa pendidikan memiliki peran vital untuk membangun sikap dan mental cinta lingkungan pada anak-anak dan masyarakat luas. Menurutnya, “Guru jangan hanya kejar prestasi akademik tapi bangunan sikap mental anak untuk cinta lingkungannya. Lalu, civitas akademika, bisa tidak mereka benar-benar terapkan green campus? Para pendidik ini tentu  memiliki tanggung jawab untuk mengubah habit masyarakat.”

Untuk mendukung semua itu, kata Pranoto, perlu dilakukan penegakan hukum mengenai lingkungan kendati harus dilakukan dengan paksaan.Dengan demikian, masyarakat patuh dan terdorong untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik.“Misalnya kalau bangun rumah di IMB harus ada aturan 20 persen untuk ruang terbuka hijau, harus ada resapan, biopori, dan lainnya. Aturan saja kalau tidak dipaksa banyak melanggar,” kata dia. [red-uns.ac.id]