Penghujung 2014, UNS Kukuhkan Lima Guru Besar

Universitas Sebelas Maret (UNS) tambah deretan guru besar sejumlah lima guru besar sekaligus di penghujung tahun 2014. Prof. Dr. Sariyatun, M.Pd., M.Hum. yang berasal dari Jurusan Ilmu Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dan Prof. Dr. Warto, M.Hum. dari Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa (FSSR). Sariyatun dan Warto berturut-turut adalah guru besar 165 dan 166 di UNS. Keduanya dikukuhkan pada Selasa (02/12/2014) di auditorium UNS. Prof. Dr. Ir. Susy Susmartini, MSIE. dikukuhkan sebagai guru besar ke 167 yang dimiliki UNS pada bidang Teknik Industri, Selasa (9/12/2014). Menyusul kemudian, Prof. Soeparmi, M.A., Ph.D. dan Prof. Cari, M. A., Ph.D. yang dikukuhkan sebagai guru besar ke 168 dan 169 pada Kamis (11/12/2014).

Penelitian berjudul Redefinisi Nilai-nilai Filosofi Batik Klasik melalui Pembelajaran IPS untuk Ketahanan Budaya Lokal sekaligus mengantarkan Sariyatun menjadi guru besar ke 53 di FKIP UNS. Dalam penelitiannya, Sariyatun prihatin akan realitas masyarakat sekarang yang sama sekali tidak mengenal dan memahami motif-motif batik klasik dan nilai filosofinya. Sariyatun juga merasakan kurangnya apresiasi masyarakat terkait batik. Sariyatun berpendapat hal tersebut terjadi karena adanya dampak globalisasi yang memunculkan homogenitas budaya yang juga ditakutkan akan menghilangkan akar budaya.

Warto, yang juga menjadi guru besar ke 20 di FSSR UNS ini mengangkat Dekolonisasi Historiografi Indonesia dan Kesadaran Dekonstruktif untuk penelitiannya. Warto dalam penelitiannya menyatakan dekolonisasi sejarah Indonesia yang mengusung gagasan tentang pentingnya menempatkan sejarah Indonesia ke dalam konteks. Penempatan konteks yang dimaksud adalah dengan menekankan sudut pandang orang Indonesia sendiri (history from within). Dekolonisasi sejarah Indonesia ini juga dimaksudkan untuk meninjau kembali arah dan kecenderungan yang masih Nampak dalam penulisan sejarah Indonesia modern yang menggunakan perspektif kolonial. “Selama ini kita hanya mengetahui sejarah yang ditulis sesuai dengan keinginan pemerintah yang berkuasa, dengan dekolonisasi historiografi ini, ini juga berarti desentralisasi dan demokratisasi penulisan sejarah, ” ungkap Warto dalam jumpa pers sehari sebelum acara pengukuhan.

Keprihatinan terhadap penyandang disabilitas yang belum memiliki alat bantu yang nyaman dan berfungsi sebagaimana mestinya melandasi Susy Susmartini meneliti alat penangkap sinyal myoelectric. Penelitian “Empowering Disability, Pemberdayaan Kaum Diffabel untuk Kemajuan Dunia Industri Indonesia” Susy sekaligus mengantarkannya menjadi guru besar ke 6 yang dimiliki Fakultas Teknik UNS. Alat penangkap sinyal myoelectric selanjutnya diharapkan dapat digunakan untuk mengembangkan beberapa alat bantu lain, selain myoelectric artificialhand seperti pengembangan alat bantu fisioterapi, wheelchair, dan alat bantu produksi untuk kebutuhan dunia industri.

Sementara Suparmi yang berasal dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetauan Alam (FMIPA) mengambil judul penelitian “Metode Penyelesaian Sistem Quantum Non Realivistik dan Pelativistik Masa Kini” yang mengantarkannya menjadi guru besar ke 9 di FMIPA UNS. Di bidang yang sama, Cari menyampaikan penelitian yang diberi judul “Peranan Quantum Optik dalam Perkembangan Teknologi” sekaligus menjadi  guru besar ke 10 di FMIPA UNS. Yang menarik, Cari dan Suparmi adalah pasangan suami istri yang dikukuhkan menjadi guru besar bidang Fisika.   [red.uns.ac.id]