UNS Solo Tembus Tujuh Terbaik se-Indonesia
UNS Solo berhasil menempati ranking ketujuh perguruan tinggi terbaik di Indonesia versi http://4icu.org dan http://www.webometrics.info/. Demikian disampaikan Rektor UNS Solo Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S dalam konferensi pers yang diselenggarakan di Ruang Sidang Rektor Kantor Pusat UNS, pada hari Senin, 6 Pebruari 2012. Dalam kesempatan itu Rektor UNS mengaku bangga dengan prestasi yang dicapai UNS.
Peringkat tersebut meningkat jika dibanding dengan raihan yang diumumkan Juli 2011 lalu. Peringkat UNS meningkat dari posisi ke-12 ke posisi 7 di Indonesia dan meningkat ke-31 dari peringkat ke-43 tahun lalu pada tataran Asia Tenggara. Pada level dunia, UNS juga mengalami peningkatan dari posisi 1.361 tahun lalu menjadi peringkat 1.186.
Hal ini didukung oleh peningkatan pada dua aspek penilaian, yaitu Size dan Visibility. Pada aspek Size, UNS meningkat dari peringkat ke-434 menjadi peringkat ke-215. Sedangkan pada aspek Visibility, menduduki peringkat ke-435 dari posisi tahun lalu pada peringkat ke-1.526.
“Ini menunjukkan bahwa reputasi UNS sudah diakui dunia. Sudah banyak yang merekomendasikan UNS dengan cara memasang link atau tautan ke situs UNS,” kata Ravik Karsidi didampingi Pembantu Rektor I Prof. Sutarno, MSc., Ph.D. dan Pembantu Rektor IV Dr. Widodo Muktiyo.
Pada kesempatan itu pula Sutarno menambahkan, “Kami akan kembali mendorong dosen untuk mengunggah materi kuliahnya ke website atau blognya; supaya juga dapat dimanfaatkan orang banyak, bukan hanya mahasiswanya. Kita akan semakin terbuka.”
Lebih jauh, Sutarno menandaskan, “Karya ilmiah dosen dan mahasiswa, baik berupa paper, skripsi, tesis, maupun disertasi juga akan kami unggah. Sebagian sudah dapat diakses melalui http://digilib.uns.ac.id/ atau http://eprints.uns.ac.id/ supaya dapat diunduh dan dibaca masyarakat luar UNS.”
Penilaian yang dilakukan oleh 4icu dan Webometrics mengacu pada kualitas perguruan tinggi di seluruh dunia berdasarkan kualitas website masing-masing perguruan tinggi. Webometrics menggunakan empat indikator penilaian website perguruan tinggi, yaitu: size dengan bobot 10%, rich files 10%, scholar 30%, dan visibility 50%. Pembobotan prosentase ini berbeda dengan pembobotan pada hasil yang dikeluarkan Juli 2011 lalu dengan kadar pembobotan size 15%, rich files 15%, scholar 15%, dan visibility 50%.
Indikator size digunakan untuk melihat kualitas jumlah halaman situs. Aspek rich files menilai jumlah file-file yang dapat diunduh, yaitu yang berekstensi: .doc, .docx, .pdf, .ppt, .pps, .ps, atau .eps. Hal itu menunjukkan situs juga dinilai pada beberapa banyak materi yang dapat didownload, bukan hanya terbaca ketika halaman itu ditampilkan.
Berbeda dengan aspek scholar yang merupakan kombinasi hasil indeks google scholar dan hasil indeks Schimago Group terhadap karya ilmiah yang dipublikasikan sejak 2007 hingga 2011. Schimago Group merupakan indeks baru yang baru diberlakukan tahun ini. Aspek visibility menilai banyaknya situs lain yang memasang tautan (link) ke situs tersebut. Selain mengandalkan google, webometrics juga menggunakan mesin pencari lainnya, seperti: YahooSearch, LiveSearch, dan Exalead.
4 International Colleges and Universities (4icu.org) adalah lembaga nirlaba yang menyusun direktori perguruan tinggi di dunia. Lembaga ini merangking lebih dari 11.000 perguruan tinggi yang tersebar di 200 negara. Metode yang digunakan hampir sama dengan webometrics. Tetapi, 4icu lebih mengandalkan pada tiga mesin pengindeks, yaitu Google, Alexa, dan Majestic Seo Referring Domains.
“Peringkat yang disusun 4icu.org memang murni berdasarkan popularitas website setiap perguruan tinggi negeri. Artinya, jika website–nya tidak bagus, tidak berkualitas, pasti tidak populer. UNS sudah dianggap populer, berarti sudah bagus,” kata Ravik.
Disinggung mengenai sedikitnya karya berupa tulisan dosen dan mahasiswa UNS yang dimuat di media massa, Ravik mengakui bahwa memang sangat sedikit dosen UNS yang menjadi kolumnis atau menulis di media massa. Hal ini, aku ravik, disebabkan dosen lebih nyaman dengan bidangnya. Sehingga penggunaan bahasa ilmiah akademis lebih dominan daripada penggunaan bahasa ilmiah populer sebagaimana yang ditampilkan di media massa.
Pembantu Rektor IV, Widodo Muktiyo menambahkan, pihaknya tengah mengupayakan pelatihan kepada dosen-dosen terpilih untuk mengikuti pelatihan menulis di media massa. “Bulan depan akan ada pelatihan kepada dosen terpilih untuk menulis di media massa. Pelatihan tersebut tidak hanya tentang menulis tetapi juga audiovisual,” tandas Widodo sebelum mengakhiri konferensi pers.
(red. uns.ac.id).