P3G LPPM UNS SEMINARKAN HASIL PENELITIAN TENTANG PEKERJA ANAK SURAKARTA

Bertempat di Ruang Sidang I LPPM UNS, Pusat Penelitian dan Pengembangan Gender Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Sebe!as Maret (P3G LPPM UNS) bekerjasama dengan Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta menggelar Seminar Hasil Riset mengenai Pekerja Anak di Kota Surakarta pada hari Selasa, 9 Nopember 2010. Seminar diikuti oleh peserta dari Dinas/ Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)/Badan yang berkaitan dengan pekerja anak, Pusat Studi Kajian Wanita (PSW)/Pusat Studi Gender (PSG) se-Kota Surakarta, LSM/yayasan terkait masalah anak, forum anak, serta akademisi perguruan tinggi.

Kepala P3G LPPM UNS (Dr. Ismi Dwi Astuti) mengungkapkan bahwa riset yang dilakukan P3G dengan koordinator peneliti Drs. D. Priyo Sudibyo, M.Si. ini mengkaji tentang pekerja anak yang mendasarkan atas Konvensi Hak Anak (KHA) dari PBB serta pemberlakuan UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang belum berusia 18 tahun. Langkah strategis pertama yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan eksplorasi terhadap pekerja anak sehingga data yang akurat tentang kondisi riil mereka baik secara kuantitatif maupun kualitatif, serta titik persebarannya dapat diperoleh.

Ada 2 (dua) hal yang diinginkan dari pelaksanaan studi eksplorasi terhadap pekerja anak, yaitu:

  1. untuk mengetahui profil pekerja anak yang melakukan pekerjaan terburuk bagi anak di wilayah Kota Surakarta
  2. untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi anak bekerja pada bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak di wilayah kota Surakarta.

Hasil riset menunjukkan bahwa dari 45 anak yang terdiri dari 12 anak perempuan (10 anak berusia 10 -17 tahun) dan 33 anak laki-laki (16 anak berusia 10 – 17 tahun), bekerja di berbagai sektor atau bidang di antaranya, 5 anak bekerja di sektor konstruksi, 5 anak terlibat AYLA (Anak yang Dilacurkan), 6 anak sebagai pemulung sampah, 10 anak menjadi anak jalanan, 1 anak sebagai pembantu rumah tangga, 11 anak bekerja di industri rumahan dan 7 anak bekerja di sektor yang mengandung bahan kimia berbahaya. Bila dilihat dari jam kerjanya, 32 anak bekerja 4-8 jam, 6 anak bekerja selama kurang dari 4 jam dan 7 anak lebih dari 8 jam. Sedangkan berdasarkan pendapatan 28 anak memperoleh pendapatan kurang dari 25 ribu rupiah sehari dan 17 anak memperoleh lebih atau sarna dengan 25 ribu rupiah per hari.

Untuk pemanfaatan atau penggunaan pendapatan anak-anak yang dieksplorasi terungkap, untuk diri sendiri dan orang tua sebanyak 19 anak dan 18 anak menggunakannya untuk diri sendiri. Adapun bentuk kekerasan di tempat kerja pada umumnya pekerja anak mengalami kekerasan yakni fisik dan psikis. Adapun faktor penyebab anak bekerja terutama karena alasan ekonomi, keluarga “broken home“, malas sekolah dan lingkungan pertemanan. Data-data di lapangan menunjukkan masih banyak terjadi pengabaian hak anak. Oleh karena itu, forum seminar juga bermaksud untuk menampung masukan dari peserta mengenai data hasil riset yang selanjutnya dapat dijadikan dasar perumusan kebijakan penanganan dan upaya penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk anak.

(Humas LPPM UNS).