Peluang Kerja di Media Terbuka Lebar

Peluang bekerja di media masih sangat terbuka lebar. Kebutuhan media untuk menyerap tenaga kerja cukup banyak. Karena pergerakan itu cukup besar. “Misalnya di Bisnis Indonesia itu rata-rata butuh sampai 15-20 per tahun. Tapi ada masa-masa tertentu tidak butuh sebesar itu,” kata Sekretaris Jenderal Serikat Perusahaan Pers (SPS) Ahmad Jauhar saat dijumpai wartawan di sela-sela acara Talkshow Buka Mata Mari Bekerja di Media, pada hari Jumat, 5 Oktober 2012 di Aula Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNS.

Jauhar mengungkapkan, kebutuhan itu masih akan terus bertambah, apalagi jika muncul media baru. Data SPS menyebutkan sebanyak 10-15 media baru muncul setiap tahunnya. “Jika 1 media saja katakanlah butuh 30 wartawan saja, maka setiap tahun diperlukan 300-500 wartawan. Itu baru yang di Cetak. Belum TV, belum radio, apalagi online. Jadi kebutuhannya masih tetap besar,” tutur laki-laki yang juga menjabat Wakil Pemimpin Umum Harian Bisnis Indonesia itu.

Banyaknya bermunculan media baru itu, lanjut Jauhar, karena peluang di industri media cukup menjanjikan. “Perusahaan tanpa media juga akan sulit untuk menyampaikan produk-produknya, strategi-strateginya, dan sebagainya. Mereka akan lebih enak kalau dengan media,” paparnya.

Kendati demikian, setiap tahun selalu saja ada pengusaha media yang tutup. Tapi orang selalu tetap berusaha. Jauhar menyebutkan, India dan China menjadi negara dengan tingkat pertumbuhan media yang sangat tinggi. “Kalau ekonomi berkembang kemudian kan pendapatan masyarakat meningkat. Kalau kebutuhan dasarnya terpenuhi kemudian mereka butuh informasi, butuh hiburan kan. Kalau kebutuhan, permintaan itu meningkat otomatis supply pun akan mengikutinya,” urai Jauhar.

Ia menambahkan, saat ini total media cetak termasuk majalah, tabloid, koran, dsb di Indonesia tirasnya sekitar 25 juta eksemplar. Artinya 1 media cetak itu dibaca sekitar 10 orang. Rasionya masih sangat besar. Jadi kebutuhan bacaan sebenarnya masih sangat tinggi. Alasan itulah kenapa orang masih butuh bacaan dan pemenuhan jumlah bacaan juga belum terpenuhi.

Disinggung soal kesejahteraan pekerja pers, dia menilai, cukup bervariasi walaupun jika perusahaannya sejahtera otomatis karyawannya juga sejahtera. Hal ini yang kemudian menciptakan perbedaan. Kadang ada juga perusahaan yang asal berdiri. “Saat ini kamu sedang mengajukan semacam task force untuk merumuskan semacam itu. Kami mengusulkan kenaikan modal perusahaan pers dari 50 juta menjadi minimal 500 juta. Modal 50 juta untuk menerbitkan koran belum memadai untuk ongkos cetak 10 ribu eksemplar sebulan aja udah belasan juta. belum untuk gaji karyawan dan lain-lainnya. Sekarang bikin koran sudah milyaran investasinya,” tuturnya.

Saat ini, pihaknya termasuk dewan pers, eksponen industri pers, dan asosiasi wartawan tengah mencoba mengusulkan standardisasi perusahaan pers. “Jangan sampai perusahaan pers gampang didirikan karena tidak memerlukan surat ijin lagi, wartawannya hanya dimodali kartu pers saja dan tinggal pers sana pers sini. Mereka harus profesional,” pungkas Jauhar. (red.uns.ac.id).