Akuntabilitas Lembaga-lembaga Negara Dipertanyakan

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI mempertanyakan akuntabilitas sejumlah lemabaga-lembaga negara seperti: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Yudisial (KY), dan presiden. Hal itu terjadi sebagai dampak penghilangan beberapa tugas dan wewenang MPR pascaamandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tahun 2004.

“Pascaterbentuknya pemerintahan hasil Pemilu 2004, MPR tidak berwenang lagi menetapkan GBHN. MPR menjadi lembaga yang setara dengan lembaga lain. Presiden juga membuat program kerja yang tidak jelas arahnya,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) MPR RI Edi Siregar di sela-sela Lokakarya Penyelenggaraan Sidang Tahunan MPR “Evaluasi terhadap Akuntabilitas Publik Kinerja Lembaga-lembaga Negara”, pada hari Senin, 24 September 2012) di Sunan Hotel, Solo, Jawa Tengah.

Edi menjelaskan, hal itu berakibat pada ketidaktahuan rakyat mengenai apa yang dikerjakan pemerintah dan wakil-wakilnya. Ketidaktahuan itu akan menjadi ketidakpuasan rakyat yang jika dibiarkan terus-menerus dapat memicu timbulnya konflik.

“Ada ketidakpuasan. Sementara jalurnya (forum pertanggungjawaban) tidak ada. Akibatnya komunikasi politik yang terjadi antara rakyat dan wakil-wakilnya terputus,” urainya.

Untuk mengatasi hal tersebut, menurut Edi, perlu adanya kemauan politik antarlembaga negara untuk menyepakati pembentukan forum sebagai tempat menyampaikan pertanggungjawaban masing-masing lembaga. Dalam forum tersebut tidak perlu ada judgement, yang dilakukan hanyalah laporan mengenai hasil-hasil yang telah dicapai serta sharing mengenai hambatan-hambatan yang dialami masing-masing lembaga.

Dia menambahkan, ide mpembentukan forum tersebut menerima tanggapan positif dari kalangan DPR. Kendati demikian, perlu adanya dasar hukum yang kuat untuk memayungi keberadaan forum tersebut. Menurutnya, itu bisa dilakukan dengan mengubah UU nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. “Kalau misal disepakati, 2013 sudah bisa dijalankan,” papar Edi.

Secara terpisah, Ketua Penyelenggara acara Muhammad Hendri Nuryadi, S.Pd., M.Sc. menerangkan, penyelenggaraan acara didasari perlunya sosialisasi perihal empat pilar kebangsaan antara lain: Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Acara itu dihadiri oleh guru-guru Pendidikan Kewarganegaraan mulai dari tingkat SD, SMP, SMA/SMK se-Solo, sivitas Akademika UNS Solo, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), partai politik, Korem, dan sebagainya.

“Ini bukan pertama kali kami bekerjasama dengan MPR RI. Sebelumnya juga pernah dilakukan. Dan rencananya tahun 2013 ada kerjasama penelitian dengan Pusat Pengkajian MPR RI,” pungkas pria yang juga menjabat Kepala Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional (Pusdemtanas) UNS. (red-uns.ac.id).