Solo Defisit Air Bersih

Kebutuhan air bersih di kota Solo memerlukan 40 juta meter kubik per tahunnya. Sementara potensi air tanahnya sebesar 36 juta meter kubik. Sehingga Solo mengalami defisit air tanah sebanyak 4 juta meter kubik.

Hal itu dikemukakan oleh Dr. Mugi Rahardjo, usai mempertahankan disertasinya dalam sidang senat terbuka ujian doktor pada hari Kamis, 13 September 2012 di Gedung Rektorat UNS. “Defisit itu lalu tertutupi oleh suplai air dari Cokro Tulung,” ujarnya.

Dia menjelaskan, untuk mengatasi hal itu perlu adanya sebuah konservasi karena air tidak terdapat di pasar. “Maka perlu ditanya kepada masyarakat berapa kemampuan untuk membayar jika dikonsumsi,” papar doktor yang menggunakan willingness to pay (WTP) dalam disertasinya itu.

Riset dengan melibatkan 550 kepala keluarga di Solo, Klaten, dan Boyolali menghasilkan temuan yang berbeda dengan apa yang dia duga. Dia menduga, semakin kaya, orang tentu akan membayar semakin tinggi. Sehingga willingness to pay yang dihasilkan tentu tinggi.

“Yang saya temukan ternyata orang kaya kurang peduli terhadap lingkungan. Pendidikan pun belum menyentuh kepada lingkungan. Sebab, kemauan untuk membayar dipengaruhi oleh kesadaran lingkungan,” kata Mugi.

Dia menganalisis, yang menjadi alasan keengganan itu karena adanya alternatif untuk menggunakan air kemasan yang tersedia di pasaran. Hal itu bertolak belakang dengan masyarakat golongan bawah yang mengonsumsi air langsung dari alam seperti sumur.

“Masyarakat golongan bawah membayar lebih banyak daripada golongan masyarakat kaya. Masyarakat sadar bahwa minum air yang tercemar akan berdampak negatif,” terangnya.

Mugi menambahkan, konservasi air dapat dilakukan dengan membuat sumur resapan dan lubang resapan biopori (LRB). Bahkan, lanjut dia, pihaknya akan mengusulkan pembuatan LRB dan sumur resapan untuk dimasukkan ke dalam syarat dalam pembuatan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).

“Kalo di perkotaan sudah berjalan seperti misalnya di Jogja. Selain itu juga saya akan mengajukan proposal ke BUMN untuk membuat biopori dan sumur resapan di UNS sebagai bagian dari CSR-nya,” pungkas doktor yang lulus dengan predikat cumlaude. (red-uns.ac.id).